BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produk steril adalah sediaan teraseptis
dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan
parenteral ini merupakan sediaan unik diantara bentuk sediaan obat
terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran
mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan
pertama dari tubuh, yang paling efisien yakni membran kulit dan mukosa.
Sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan
harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan
proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah fisik, kimia,
mikrobiologis.
Pada
umumnya, pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang
lebih cepat, seperti pada keadaan gawat/darurat. Bila penderita tidak dapat
diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan
menerima pengobatan secara oral atau bahkan bila obat tersebut tidak efektif
dengan cara pemberian yang lain.
Hal yang melatarbelakangi dalam
pembuatan sediaan injeksi ampul tersebut yaitu untuk memberi bantuan kepada
para pasien yang dalam keadaan tidak sadar yang tidak dapat diberikan obat
secara peroral. Sehingga diberikan pemberian obat secara injeksi ampul. Disisi
lain, penggunaan injeksi ampul bertujuan untuk memberikan kerja obat yang lebih
cepat, maka efek yang diinginkan dari penggunaan injeksi tersebut lebih cepat
pula.
B. Maksud Tujuan & Prinsip Percobaan
1. Maksud Percobaan
a.
Mengetahui
dan memahami cara pembuatan injeksi ampul yang sesuai dengan tonisitas cairan
tubuh.
b.
Mengetahui
dan memahami khasiat penggunaan injeksi ampul dengan menggunakan zat aktif
tertentu dengan pembawa yang cocok.
2. Tujuan Percobaan
a.
Untuk mengetahui bagaimana cara
pembuatan sediaan steril injeksi
ampul adrenalin
b.
Untuk mengetahui khasiat dan
penggunaan injeksi ampul adrenalin menggunakan pembawa Aqua Pro Injeksi.
3. Prinsip Percobaan
Penentuan formulasi
sediaan steril ampul epinefrin sebagai zat aktif, dengan menggunakan bahan natrium
sulfat sebagai antioksidan, NaCl sebagai pengisotonis, dan aqua
pro injeksi sebagai pembawa. Epinefrin dilarutkan dengan cairan
pembawa dalam erlenmeyer kemudian larutan tersebut ditambahkan NaCl dan
disaring kemudian dimasukkan dalam wadah secara aseptis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Teori Umum
Menurut
Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender (FI.III.1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi
IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya
hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi
tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada
pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).
Sterilisasi
adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keaadan sterill adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat
penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan
bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas
dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba ( Lachman.1994).
Pembuatan
sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan
bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah
akhir injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus
menolak tiap wadah yang menunjukkan pencemaran
bahan asing yang terlihat secara visual. Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai
obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat
kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat
tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai
serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada
saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi
partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil
dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan
pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air,
maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam
pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan,
maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk
memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang
bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan
yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi,
dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya
digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena (Ansel, 1989).
Produk
steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan
terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan
terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan
dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal,
intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat
mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak
akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh
darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut,
meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase
dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan
secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan
larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf
terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Pembuatan
Produk Parenteral
Bila formula suatu
produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan
zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis
dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik
daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan
cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan
produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan
dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul,
tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas
dibuat mempunyai leher agar dapat dengan
mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas.
Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum
hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi
untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung
jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik
yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas
untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat
kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang
paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan
sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf
sediaan (Ansel, 1989).
Ampul adalah wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan
bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga
25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali
injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi
untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua
(Ansel, 1989).
Satu persyaratan utama dari larutan yang
diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih
berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak,
senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk
pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas,
kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin
ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan
pemberian (Ansel, 1989).
Untuk mencegah
masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah
tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya,
larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam
wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap
larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk
memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam
larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk
parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah
telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari
semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan
sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung
udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan
penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam
menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).
B. Uraian Bahan
1.
Epinefrin
(Martindale, 2009; 1203)
Nama Resmi
|
:
|
ADRENALINE
|
Nama Lain
|
:
|
Epinephrine;
Adrenaliini; Adrenalin; Adrenalina; Adrénaline; Adrenalinum; Epinefriini;
Epinefrin;
Epinefrina;
Epinefryna; Epinephrinum.
|
Rumus Struktur
|
:
|
![]() |
Rumus Molekul
|
:
|
C9H13NO3
|
Berat Molekul
|
:
|
183,2
|
Pemerian
|
:
|
Serbuk
kristal putih atau hampir bubuk; menjadi berwarna pada paparan udara dan
cahaya; larutan dalam air bersifat asam terhadap lakmus, pH lebih kurang 3,5.
|
Kelarutan
|
:
|
Mudah
larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
klorofrm dan dalam eter. Larut dalam asam klorida.
|
Farmakodinamik
|
:
|
a. Kardiovaskular:
Senyawa
ini memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik posirif:
kerja β1) dan mempercepat kontraksi miokard (kronotropik positif:
β2). Oleh karena itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dari
efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi meningkat juga
b. Respirasi:
Epinefrin
menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos
bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis obat ini dapat
menyelamatkan nyawa
|
Farmakokinetik
|
:
|
Epinefrin
mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat obat ini
diberikan secara intravena untuk memperoleh awitan yang sangat cepat, dapat
pula diberikan secara subkutan, inhalasi atau topical pada mata. Pemberian
peroral tidak efektif karena epinefrin dapat rusak oleh enzim dalam usus.
|
Dosis
|
:
|
a. Dewasa
: Dosis awal 0,2 sampai 1 mL (0,2 sampai 1) mg subkutan atau intra muskular,
ulangi setiap 4 jam.
b. Bayi & anak-anak :
0,01 mL/kg atau 0,3mL/m2 secara subkutan. Jangan melebihi 0,5 mg (0,5 mg)
untuk dosis tunggal, ulangi setiap 4 jam bila diperlukan .
|
Indikasi
|
:
|
Pengobatan
anafilaksis berupa bronkospasme akut atau akseserbasi asma yang berat
|
Kontra Indikasi
|
:
|
Epinefrin
tidak boleh diberikan pada penderita hipertireosis, sklerosis koronar,
selebral, hipertensi berat, narkosis dengan hidrokarbon terhalogenasi atau
dengan eter serta setelah pemakaian digitalis
|
Inkompabilitas
|
:
|
Tidak bercampur dengan aminofilin, hyluronidase,
mephentermin, sodium bikarbonat
|
Penyimpanan
|
:
|
Dalam
wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
|
pH
|
:
|
2.2
– 5 (AHFS; 2004)
|
2.
Natrium Sulfit
(Excipient, 2009; 669)
Nama Resmi
|
:
|
SODIUM SULFITE
|
Nama Lain
|
:
|
Disodium
sulfite; exsiccated sodium sulfite; E221; natrii sulfis anhydricus; sulfurous
acid disodium salt.
|
Rumus Struktur
|
:
|
![]() |
Rumus Molekul
|
:
|
Na2SO3
|
Berat Molekul
|
:
|
126,04
|
Pemerian
|
:
|
Serbuk kristal putih sedikit higroskopis.
|
Kelarutan
|
:
|
1 bagian larut dalam 3,5 bagian air 20˚C, larut dalam 2
bagian air pada suhu 100˚C
|
Stabilitas
|
:
|
Jika terpapar dengan udara bentuk kristalnya akan
terdisintegrasi menjadi natrium sulfit
|
Inkompabilitas
|
:
|
Bereaksi dengan obat- obat simpatomimetik , kloramfenikol,
dan fenil merkuri asetat
|
Penyimpanan
|
:
|
Dalam wadah tertutup rapat dan kering, terlindung dari
cahaya
|
Kegunaan
|
:
|
Antioksidan
|
Range
|
:
|
0,01 – 1,0 %
|
3.
Aqua Pro
Injeksi (Excipient, 2009; 337)
Nama Resmi
|
:
|
AQUA STERILE PRO INJECTIONEA
|
Nama Lain
|
:
|
Aqua pro injeksi
|
Rumus Struktur
|
:
|
![]() |
Rumus Molekul
|
:
|
H2O
|
Berat Molekul
|
:
|
18,02
|
Pemerian
|
:
|
Cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa.
|
Stabilitas
|
:
|
Stabil dalam semua keadaan baik
minyak, dingin, ataupun panas
|
Inkompabilitas
|
:
|
Dalam formulasi sediaan, air dapat
bereaksi dengan obat dan bahan tambahan lainnya terurai atau terhidrolisis
.air juga dapat bereaksi dengan logam alkali, kalsium dioxid dan magnesium
oxid
|
Kegunaan
|
:
|
Pembawa/pelarut
|
4.
Natrium
klorida (Exp, 2009; 637)
Nama Resmi
|
:
|
SODIUM CHLORIDE
|
Nama Lain
|
:
|
Alberger;
chlorure de sodium; common salt; hopper salt; natrii chloridum; natural
halite; rock salt; saline; salt; sea salt; table salt.
|
Rumus Struktur
|
:
|
![]() |
Berat Molekul
|
:
|
58,44
|
Rumus Molekul
|
:
|
NaCl
|
Pemerian
|
:
|
Hablur heksahidrat, tidak
berwarna atau hablur serbuk putih, tidak berbau, rasa asin
|
Kelarutan
|
:
|
Larut dalam 2,8 bagian air, dalam
2,7 bagian air mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, sukar
larut dalam etanol (95%) P
|
Inkompabilitas
|
:
|
Larutan berair korosit terhadap
Fe, juga bereaksi membentuk endapan dengan perak dan garam merkuri. Bahan
pengoksidasi kuat melepaskan klorin dari larutan asam NaCl. Viskositas gel
karbomer dan larutan HgC dan HPC berkurang viskositasnya dengan penambahan
NaCl
|
Stabilitas
|
:
|
Larutan NaCl stabil, dapat
menyebabkan pemisahan partikel gelas dan beberapa wadah tipe gelas tertentu
|
Penyimpanan
|
:
|
Dalam wadah tertutup baik, sejuk
dan kering
|
Ph
|
:
|
6.3-7.3 (larutan berair
jenuh),0,9% larutan dalam air isotonik dengan serum
|
BAB
III
FORMULASI
A. Preformulasi

Rumus
struktur adrenalin
Nama
lain : Adrenalin,
epinefrin, epirenamin, levorenin, suprarenin
Rumus
molekul/berat molekul : C9H13NO3/183,2
1. Studi
Framakologi
Epinefrin atau adrenalin adalah obat
pilihan dalam mengobati syok anafilaktik. Respon alergi yang paling gawat yang
ditimbulkan oleh adanya reaksi antigen-antobodi. Adrenalin disintesis dengan
cara berikut. Di dalam hati, asam amino tirosin akan dibentuk dari fenilalanin.
Senyawa ini akan diambil dari darah masuk ke dalam ansoplasma, disini dengan
bantuan tirosin hidroksilase akan dihidrolisis pada cincin aromatisnya menjadi
dihidroksilasefenilalanin (dopa) dan akhirnya senyawa ini oleh
dopa-dekarboksilase didekarboksilase menjadi dopamin. Dengan cara transpor
aktif, dopamin kemudian akan dibawa ke organel sel yang khusus (granula
cadangan, vesikel) dan disini dengan bantuan dopamin-β-hidroksilase akan
dihidrolidi pada rantai sampingnya menjadi noradrenalin (norepinefrin).
Sedangkan pengubahan selanjutnya menjadi adrenalin, hanya dapat terjadi di
dalam otak dan tidak mungkin terjadi pada ujung saraf sinaptik (Mutsher, 1991)
a)
Farmakodinamik
Kardiovaskular:
Senyawa
ini memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik posirif: kerja
β1) dan mempercepat kontraksi miokard (kronotropik positif: β2).
Oleh karena itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dari efek ini maka
kebutuhan oksigen otot jantung jadi meningkat juga (Mycek et al, 2001).
Respirasi:
Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi
kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronkus (kerja β2).
Pada kasus syok anafilaksis obat ini dapat menyelamatkan nyawa (Mycek et al,
2001; 220).
b)
Farmakokinetik
Epinefrin mempunyai awitan cepat
tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat obat ini diberikan secara intravena
untuk memperoleh awitan yang sangat cepat, dapat pula diberikan secara
subkutan, inhalasi atau topical pada mata. Pemberian peroral tidak efektif
karena epinefrin dapat rusak oleh enzim dalam usus (Mycek et al, 2001).
c) Dosis
Tambahkan 4 ml (4 mg) dari ampul
epinefrin ke dalam 1.000 ml larutan yang mengandung 4 mcg epinefrin basa.
berikan larutan ini dengan infuse intravena. Pada pasien dengan riwayat
hipertensi, dianjurkan menaikkan tekanan darahnya tidak lebih dari 40 mmHg
dibawa tekanan sistolik sebelumnya. Dosis pemeliharaan rata-rata adalah 0,5-1,0
ml permenit 2 mcg-4mcg bentuk basa.
2. Studi
sifat fisikokimia
Epinefrin/adrenalin memiliki
pemerian serbuk kristal putih atau hampir putih bubuk, menjadi hitam pada
paparan udara dan cahaya. Larutan dalam air bersifat asam terhadap lakmus, pH
kurang lebih 3,5 (Dirjen POM Edisi IV, 1995; 351).
Kelarutan :
mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter, larut dalam asam klorida (Raymond, 2009; 1703).
Penyimpanan : untuk
zat aktif dalam wadah tertutup untuk injeksi intravena atau intramuscular dalam
dosis tunggal terlindung dari cahaya.
pH : untuk zat aktif ≤ 3,5 injeksi intravena atau
intramuscular antara 4,5 dan 7,0
Inkampibiltas : tidak
bercampur dengan aminofilin, hyluronidase, mephentermin, sodium bikarbonat.
C.
Judul Formula Asli
: R/ ampul adrenalin
D.
Rancangan Produksi
Nama
produk : Adren® Injection
Jumlah
produksi : 100 ampul @1 ml
Tanggal
formulasi : 1 Juni 2015
Tanggal
produksi : 1 Juli 2015
No.
registrasi : DKL
1570210043A1
No.
bets : O
28070503
Komposis :
Tiap
1 ml mengandung :
Epinefrin HCl 1 mg
Natrium sulfat 0,1 %
NaCl 0,28 %
Aqua
pro injeksi ad 100 %
E.
Master Formula
Diproduksi
Oleh
|
Tanggal
Formulasi
|
Tanggal
Produksi
|
Dibuat
Oleh
|
Disetuji Oleh
|
PT.
B2 Farma
|
1 Juni 2015
|
1 Juli 2015
|
Kelompok II
|
Vidya
Rezky Awaliah
|
Kode Bahan
|
Nama
Bahan
|
Kegunaan
|
Perampul
|
Perbets
|
EP-001
NS-002
NA-003
API-004
|
Epinefrin HCl
Natrium sulfat
Natrium klorida
Aqua pro injeksi
|
Zat aktif
Antioksidan
Pengisotonis
Pembawa
|
1 mg
0,001 mg
0,028 mg
0.092 ml
|
100 mg
1 mg
0,28 mg
92 ml
|
F.
Alasan Pembuatan Poduk
Sediaan
parenteral yaitu sediaan yang tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat
dimasukkam ke dalam tubuh selain saluran cerna sehingga memperoleh efek yang
cepat dan langsung ke sasaran. Pada umumnya, sediaan parenteral dilakukan bila
diinginkan kerja obat yang cepatseperti pada keadaan gawat bila penderita tidak
dapat ajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan
menerima pengobatan melalui mulut (oral) (Ansel, 1995; 399).
Sediaan parenteral berdasarkan cara
pemberiannya atau penyuntikannya dapat dibagi menjadi:
1. Rute
intravena
Pemberian
oral secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan
cara-cara pemberian lain karena absorpsi obat tidak masalah, maka tingkatan
darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran yang tidak mungkin
didapat dengan cara lain.
2. Rute
intradermal
Tempat
injeksi intradermal yang biasa adalah permukaan anterior dari lengan maka
biasanya dengan cara ini hanya bias diberikan volume ± 0,1 ml.
3. Rute
intramuscular
Pemberian
obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan
intradermal, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan
oleh pemberian lewat intravena. Suntikan intramuscular dilakukan dengan
memasukkan ke dalam otot rangka, tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari
saraf-saraf utama pembuluh darah.
4. Rute
subkutan
Pemberian rute subkutan digunakan
untuk menyuntikkan sejumlah kecil obat. obat disuntikkan di bawah permukaan
kulit yang umumnya dilakukan dijaringan interstisial longgar lengan, lengan
bawah, pahat atau bokong. (Ansel, 1995; 400-404).
Obat disuntikkan ditempatkan dalam
beberapa wadah diantaranya:
a. Wadah
dosis tunggal
Merupakan wadah kedap udara yang
memungkinkan pengambilan isi perbagian berturut-turt tanpa terjadi perubahan
kekuatan, kualitas atau kemurnian bagian yang trtinggal.
b. Wadah
dosis ganda
Merupakan wadah kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yang dimasukkan untuk pemberian parenteral
sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutp rapat kembali
dengan jaminan tetap stabil.
(Ansel, 1995; 423).
Contoh wadah dosis tunggal adalah
ampul. Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang dimaksudkan untuk
pemberian parenteral sebagai dosis tunggal yang terbuat dari gelas yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah
1, 2, 5, 10, 20 kadang juga 25 atau 30 ml. Menurut peraturan, ampul dibuat dari
gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari
bahan gelas berwarna coklat (R. Voight, 1994; 464).
Hal yang melatarbelakangi dalam
pembuatan sediaan injeksi ampul adalah untuk member bantuan kepada para pasien
yang dalam keadaan tidak sadar yang tidak dapat diberikan secara peroral.
Sehingga diberikan pemberian obat secara injeksi ampul. Disisi lain, penggunaan
injeksi ampul bertujuan untuk memberikan kerja obat yang lebih cepat, maka efek
yang diinginkan dari pemberian injeksi tersebut lebih cepat pula.
Indikasi dari epinefrin HCl adalah
anafilaksis dan sepsis. Anafilaksis merupakan suatu respon alergi yang berat
dan menyerang barbagai organ. Reaksi alergi ini merupakan suatu alergi tipe
cepat (tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik yang terikat pada sis sel
mast. Selain itu, dikenal pula istilah reaksi anafilaksis yang secara klinis
sama denga reaksi anafilaksis, akan tetapi tidak disebabkan terlepasnya
mediator. Mediator tersebut adalah histamine, SRA-A, FCFA, PFA dan neparin.
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat terdiri dari serangkaian mekanisme efektor
tubuh yang dijalankan oleh IgE.
G.
Alasan Penambahan Bahan
a. Natrium
sulfat
Sodium
bisulfate digunakan sebagai antioksidan dalam mulut, parenteral, dan formulasi
topical farmasi pada konsentrasi 0,01-10% b/v dan pada konsentrasi sekitar 27% b/v
dalam persiapan injeksi intramuscular. Beberapa aktivitas antimikroba pada pH
asam yang dimiliki oleh natrium bisulfat (Raymond, 2009; 669).
b. Natrium
klorida
Natrium merupakan kation utama dalam
cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan
osmotiknya sebagai pengistonis (Steril Dojage form: 250).
Natrium klorida digunakan sebagai
pengisotonis, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmotic yang sama
dengan cairan tubuh (NaCl 0,9%).
Pengisotonis merupakan bahan yang digunakan
untuk membuat larutan yang mempunyai sifat osmotic yang sama dengan cairan
fisiologis. Misalnya dextrose dan NaCl.
c. Aqua
pro injeksi
Air merupakan pelarut dan pembawa
yang paling banyak digunakan pada pembuatan sediaan obat suntik. Air yang digunakan
harus disterilkan, bebas dari kotoran-kotoran logam tertentu (Natsir, 2012;
85).
Pelarut yang paling sering digunakan
pada pembuatan aobat suntik secara besar-besaran adalah air untulk obat suntik
(water pro injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau
osmosis terbaik (reverse osmotis) (Ansel, 1995; 406).
H.
Perhitungan
Bobot
NaCl yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan 100
w
= 

Dimana:
w
= bobot dalam gram zat yang ditambahkan dalam 100 ml hasil akhir
a
= penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat
c = konsentrasi zar
berkhasiat % b/v
Diketahui:
PTB
adrenalin klorida = 0,155 c1= 1%
PTB
natrium sulfit =
0,37 c2= 0,5%
PTB
NaCl =
0,576
w =
= ×
0,9%
w = 0,28 gram/100 ml
= 0,0028
Jadi,
jumlah NaCl yang dibutuhkan 0,28 gram dalam 100 ml.
Perhitungan
Bahan
a. Perampul
Epinefrin
HCl 1 mg
Natrium
sulfat 

NaCl 

Aqua
pro injeksi = {(1,1) - (0,0028) + 1
+0,005}
= {(1,1) – (1,0078)
= 0,09 ml
b. Perbets
Adrenalin
klorida 1
100 =
100 mg

Natrium
sulfat 0,005
100 =
0,5 mg

Aqua
pro injeksi 0,09 × 100 =
9 mg
Natrium
klorida 0,0028 × 100 = 0,2 mg
I.
Cara Kerja
1. Cara kerja formulasi
a. Disiapkan
ruangan steril dengan cara dialiri gas oleh gas etilen dioksida
b. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
c. Disterilkan
semua alat dan bahan
sesuai dengan yang
tercampur pada tabel sterilisasi
d. Ditimbang
bahan yang dibutuhkan
e. Dilarutkan
epinefrin dengan air didalam
erlenmeyer
f. Dilarutkan
epinefrin yang homogen dengan
NaCl
g. Dibasahi
kertas saring dalam corong gelas dengan sedikit aqua pro injeksi
h. Disaring
larutan dan dipindahkan ke wadah secara aseptik
i. Diisi
wadah ampul sampai leher wadah ampul
j. Dilakukan
penutupan ampul dengan tangan dimana ampul yang telah diisi ditetapkan dalam
nyala api, ujung nyala api ditujukan pada 1 cm dibawah leher ampul. Dipegang
badan ampul dengan tangan, dan dijepit dengan pinset.
k. Diputar
ampul selama peleburan. Setelah gas melebur, leher ampul ditarik sedikit demi
sedikit sambil diputar. Dilakukan penyegelan dengan hati-hati menggunakan nyala
api gas O2.
l. Dimasukkan dalam wadah, diberi
etiket dan dilakukan pengujian validasi
2.
Cara pembuatan
aqua pro injeksi
a.
Disiapkan alat
dan bahan yang dibutuhkan
b.
Dipanaskan aqua
destillata dalam erlenmeyer sampai air mendidih. Setelah air mendidih, kemudian
dipanaskan lagi selama 30 menit.
c.
Aqua pro injeksi
bebas O2 dilakukan dengan pemanasan aqua destillata selama 30 menit
terhitung sejak mendidih, kemudian dialiri gas nitrogen dan ditambah
pemanasannya selama 10 menit.
J.
Tabel sterilisasi
Sterilisasi
Alat
Nama
Alat
|
Cara
Sterilisasi
|
Pustaka
|
Ampul
Piper
ukur 2 ml
Corong
gelas
Kertas
saring
Labu
ukur 10 ml & 25 ml
Beker
glass
Erlenmetaer
Kaca
arlogi
Batang
pengaduk
|
Etanol
70%, 24 jam
Autoklaf
115-116°C, 30 Menit
Autoklaf
115-116°C, 30 Menit
Autoklaf
115-116°C, 30 Menit
Autoklaf
115-116°C ,30 Menit
Oven
170 °C, 2 jam
Oven
170 °C, 2 jam
Flambeer,
20 detik
Flambeer,
20 detik
|
Parrot;
286
Parrot;
286
Parrot;
286
Parrot;
286
Parrot;
286
Parrot;
286
Scovlle’s;
420
Scovlle’s;
420
Scovlle’s;
420
|
Sterilisasi Bahan
Nama Bahan
|
Cara Sterilisasi
|
Pustaka
|
Epinefrin
HCl
Natrium
Sulfit
Natrium
Klorida
Aqua pro injeksi
|
Autoklaf 121º C, 15 menit
Autoklaf 115º C, 30 menit
Autoklaf 110 º C, 30
menit
Autoklaf 121º C, 15 menit
H2O2
0,1%
|
Handbook on Injectable Drugs; 494
Parrot;
286
Parrot;
286
FI III; 97
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Steril adalah suatu kondisi absolut dan harus tidak pernah digunakan atau dianggap secara relatif
sebagai bahan atau hampir steril. Salah satu bentuk sediaan steril
adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan
menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus
steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit
atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit
dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi
mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat
diterima.
Ampul adalah wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan
bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga
25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali
injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi
untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.
Tonisitas larutan perlu
dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan. Tonisitas perlu dihitung dengan
tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau belun
atau hipertonis, karena ini berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap
cairan tubuh yang akan diberi larutan ampul.
Larutan yang isotonis
adalah larutan yang memiliki tekanan osmotik
sama dengan tubuh, dan keadaan isotonis inilah yang diharapkan, karena dalam
keadaan ini, larutan yang diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa sakit.
Sedangkan larutan yang hipotonis,
akan
menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau lisis, karena tekanan diluar sel
lebih rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan pecah, mengingat
tekanan osmotik
merupakan tekanan yang berjalan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
Sebaliknya pada larutan hipertonis akan mengakibatkan keadaan di luar sel lebih
tinggi dibanding didalam sel, sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan hipotonis
lebih berbahaya dibanding keadaan hipertonis, karena sifat larutan hipotonis
irreversibel (sel sudah pecah),
sedangkan
sifat hipertonis reversibel (sel dapat kembali normal). Dari hasil yang
diperoleh dari perhitungan larutan natrium klorida yang akan dibuat sesuai formula yang
direkomendasikan, larutan tersebut memiliki sifat hipertonis, karena hasil yang
diperoleh 2,52 < 0,52. Karena keadaan ini, maka ditambahkan bahan seperti
NaCl 0,9% menurut perhitungan penambahan agar menjadi larutan yang isotonis
Hal pertama
yang dilakukan sebelum proses pembuatan sediaan adalah sterilisasi alat. Dimana
kami melakukan sterilisasi alat pada autoklaf pada suhu 121o C
selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan persiapan bahan – bahan yang akan
digunakan.
Kemudian
melakukan penimbangan bahan – bahan, dimana seluruh bahan yang akan digunakan
harus dilebihkan sebanyak 5%. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya
hilangnya volume bahan pada saat pembuatan sediaan tersebut. Hal tersebut sama
juga dilakukan pada pembuata sediaan injeksi ampul.
Setelah
semua bahan tercampur, masukkan ke dalam gelas ukur 25 mL dan cukupkan
volumenya dengan A.P.I hingga 9,2 mL dengan menggunakan spoit 1 CC. Langkah
selanjutnya adalah melakukan evaluasi pH larutan dengan menggunakan kertas pH
universal. Setelah uji pH maka larutan dimasukkan dalam wadah ampul sebanyak
masing-masing 2,1 mL. Kelebihan 0,1 mL ke dalam tiap wadah
dimaksudkan agar pada saat penggunaan ampul ini dapat sesuai dengan volume yang
diinginkan. Setelah semua wadah terisi maka ampul ditutup dengan cara
pengelasan. Kemudiaan dilakukan sterilisasi kembali dalam autoklaf pada suhu
1210C selama 15 menit.
Setelah
sterilisasi selesai, dilakukan evaluasi kebocoran dan hasilnya adalah kedua
wadah ampul tetap berisi atau volumenya tetap. Setelah semua proses evaluasi
selesai barulah sediaan tersebut diberi etiket, brosur dan kemasan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Formulasi
sediaan ampul epinefrin adalah Epinefrin
HCl sebagai zat aktif
sebanyak 1 mg
; Natrium sulfat
sebagai antioksidan sebanyak 0,1 % ; NaCl sebagai pengisotonis sebanyak 0,28
% ; Aqua pro injeksi sebagai pembawa ad 100 %
B.
Saran
1. Lab
Semoga
rasa nyaman di lab tetap terjaga
2.
Asisten
Diharapkan
arahan dan bimbingan dari kakanda
KEPUSTAKAAN
Ansel,
1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.
Jakarta: UI Press
Dijen POM, 1979. Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI
Dirjen
POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Depkes RI
Ernest
Musschler, 2006. Dinamika Obat Edisi V.
Bandung: ITB Press
Katzung,
G. Betram. 2012. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Jakatra: EGC
Lahman,
L.H.A Lieberman. 2012. Teori dan Praktik
Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Parrot,
el. 1978. Pharmaceutical Technoloy
Fundamental Pharmaceutics. Mineaplis: Burges Publising Company
Rowe,
Raymond. 2009. Handbook Pharmaceutical
Excipient 6 th. London: Php
Voight,
Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. Yogyakarta: UGM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar