Rabu, 01 Juli 2015

Formulasi Sediaan Ampul

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Produk steril adalah sediaan teraseptis dalam bentuk terbagi bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral  ini merupakan sediaan unik diantara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh, yang paling efisien yakni membran kulit dan mukosa.
Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi apakah fisik, kimia, mikrobiologis.
Pada umumnya, pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat/darurat. Bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bahkan bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain.
Hal yang melatarbelakangi dalam pembuatan sediaan injeksi ampul tersebut yaitu untuk memberi bantuan kepada para pasien yang dalam keadaan tidak sadar yang tidak dapat diberikan obat secara peroral. Sehingga diberikan pemberian obat secara injeksi ampul. Disisi lain, penggunaan injeksi ampul bertujuan untuk memberikan kerja obat yang lebih cepat, maka efek yang diinginkan dari penggunaan injeksi tersebut lebih cepat pula.
B.  Maksud Tujuan & Prinsip Percobaan
1.   Maksud Percobaan
a.       Mengetahui dan memahami cara pembuatan injeksi ampul yang sesuai dengan tonisitas cairan tubuh.
b.      Mengetahui dan memahami khasiat penggunaan injeksi ampul dengan menggunakan zat aktif tertentu dengan pembawa yang cocok.
2.   Tujuan Percobaan
a.       Untuk mengetahui bagaimana cara pembuatan sediaan steril injeksi ampul adrenalin
b.      Untuk mengetahui khasiat dan penggunaan injeksi ampul adrenalin menggunakan pembawa Aqua Pro Injeksi.
3.   Prinsip Percobaan
            Penentuan formulasi sediaan steril ampul epinefrin sebagai zat aktif, dengan menggunakan  bahan natrium sulfat sebagai antioksidan, NaCl sebagai pengisotonis, dan aqua pro injeksi sebagai pembawa. Epinefrin dilarutkan dengan cairan pembawa dalam erlenmeyer kemudian larutan tersebut ditambahkan NaCl dan disaring kemudian dimasukkan dalam wadah secara aseptis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.       Teori Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender (FI.III.1979).
 Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI.IV.1995).
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan sterill adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba ( Lachman.1994).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan pula tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu persatu secara fisik. Kemudian, kita harus menolak tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual. Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati. Bila larutan air yang diinginkan, maka dapat digunakan garam yang dapat larut dari obat yang tidak larut untuk memenuhi sifat-sifat kelarutan yang diisyratkan. Larutan air atau larutan yang bercampur dengan darah dapat disuntikan langsung kedalam aliran darah. Cairan yang tidak bercampur dengan darah, seperti obat suntik berminyak atau suspensi, dapat menghambat aliran darah normal dalam sistem peredaran darah dan umumnya digunakan terbatas untuk pemberian bukan intravena (Ansel, 1989).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Pembuatan Produk Parenteral
Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat  dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989).
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua (Ansel, 1989).
Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel, 1989).
Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah. Persyaratan penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).
B.       Uraian Bahan
1.    Epinefrin                 (Martindale, 2009; 1203)
Nama Resmi
:
ADRENALINE
Nama Lain
:

Epinephrine; Adrenaliini; Adrenalin; Adrenalina; Adrénaline; Adrenalinum; Epinefriini; Epinefrin;
Epinefrina; Epinefryna; Epinephrinum.
Rumus Struktur
:
adrenalin.png
Rumus Molekul
:
C9H13NO3
Berat Molekul
:
183,2
Pemerian
:
Serbuk kristal putih atau hampir bubuk; menjadi berwarna pada paparan udara dan cahaya; larutan dalam air bersifat asam terhadap lakmus, pH lebih kurang 3,5.
Kelarutan
:
Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam klorofrm dan dalam eter. Larut dalam asam klorida.
Farmakodinamik
:
a.  Kardiovaskular:
Senyawa ini memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik posirif: kerja β1) dan mempercepat kontraksi miokard (kronotropik positif: β2). Oleh karena itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi meningkat juga
b. Respirasi:
Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis obat ini dapat menyelamatkan nyawa
Farmakokinetik
:
Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat obat ini diberikan secara intravena untuk memperoleh awitan yang sangat cepat, dapat pula diberikan secara subkutan, inhalasi atau topical pada mata. Pemberian peroral tidak efektif karena epinefrin dapat rusak oleh enzim dalam usus.
Dosis
:
a.  Dewasa : Dosis awal 0,2 sampai 1 mL (0,2 sampai 1) mg subkutan atau intra muskular, ulangi setiap 4 jam.
b. Bayi & anak-anak : 0,01 mL/kg atau 0,3mL/m2 secara subkutan. Jangan melebihi 0,5 mg (0,5 mg) untuk dosis tunggal, ulangi setiap 4 jam bila diperlukan .
Indikasi
:
Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau akseserbasi asma yang berat
Kontra Indikasi
:
Epinefrin tidak boleh diberikan pada penderita hipertireosis, sklerosis koronar, selebral, hipertensi berat, narkosis dengan hidrokarbon terhalogenasi atau dengan eter serta setelah pemakaian digitalis
Inkompabilitas
:
Tidak bercampur dengan aminofilin, hyluronidase, mephentermin, sodium bikarbonat
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya.
pH
:
2.2 – 5 (AHFS; 2004)
2.    Natrium Sulfit           (Excipient, 2009; 669)
Nama Resmi
:
SODIUM SULFITE
Nama Lain
:
Disodium sulfite; exsiccated sodium sulfite; E221; natrii sulfis anhydricus; sulfurous acid disodium salt.
Rumus Struktur
:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/12/Sodium_sulfate.png/100px-Sodium_sulfate.png
Rumus Molekul
:
Na2SO3
Berat Molekul
:
126,04
Pemerian
:
Serbuk kristal putih sedikit higroskopis.
Kelarutan
:
1 bagian larut dalam 3,5 bagian air 20˚C, larut dalam 2 bagian air pada suhu 100˚C
Stabilitas
:
Jika terpapar dengan udara bentuk kristalnya akan terdisintegrasi menjadi natrium sulfit
Inkompabilitas
:
Bereaksi dengan obat- obat simpatomimetik , kloramfenikol, dan fenil merkuri asetat
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup rapat dan kering, terlindung dari cahaya
Kegunaan
:
Antioksidan
Range
:
0,01 – 1,0 %
3.    Aqua Pro Injeksi       (Excipient, 2009; 337)
Nama Resmi
:
AQUA STERILE PRO INJECTIONEA
Nama Lain
:
Aqua pro injeksi
Rumus Struktur
:
http://id.static.z-dn.net/files/d38/f4f33cd081b0586a8b9f5872db05d4e8.png
Rumus Molekul
:
H2O
Berat Molekul
:
18,02
Pemerian
:
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Stabilitas
:
Stabil dalam semua keadaan baik minyak, dingin,   ataupun panas
Inkompabilitas
:
Dalam formulasi sediaan, air dapat bereaksi dengan obat dan bahan tambahan lainnya terurai atau terhidrolisis .air juga dapat bereaksi dengan logam alkali, kalsium dioxid dan magnesium oxid
Kegunaan
:
Pembawa/pelarut
4.    Natrium klorida         (Exp, 2009; 637)
Nama Resmi
:
SODIUM CHLORIDE
Nama Lain
:
Alberger; chlorure de sodium; common salt; hopper salt; natrii chloridum; natural halite; rock salt; saline; salt; sea salt; table salt.
Rumus Struktur
:
http://id.static.z-dn.net/files/d60/3c06204da53990d4580cc2373b3879fd.jpg
Berat Molekul
:
58,44
Rumus Molekul
:
NaCl
Pemerian
:
Hablur heksahidrat, tidak berwarna atau hablur serbuk putih, tidak berbau, rasa asin
Kelarutan
:
Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol, sukar larut dalam etanol (95%) P
Inkompabilitas
:
Larutan berair korosit terhadap Fe, juga bereaksi membentuk endapan dengan perak dan garam merkuri. Bahan pengoksidasi kuat melepaskan klorin dari larutan asam NaCl. Viskositas gel karbomer dan larutan HgC dan HPC berkurang viskositasnya dengan penambahan NaCl
Stabilitas
:
Larutan NaCl stabil, dapat menyebabkan pemisahan partikel gelas dan beberapa wadah tipe gelas tertentu
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering
Ph
:
6.3-7.3 (larutan berair jenuh),0,9% larutan dalam air isotonik dengan serum



BAB III
FORMULASI
A.  Preformulasi
adrenalin.png
Rumus struktur adrenalin
Nama lain                                         :  Adrenalin, epinefrin, epirenamin, levorenin, suprarenin
Rumus molekul/berat molekul         :  C9H13NO3/183,2
1.      Studi Framakologi
            Epinefrin atau adrenalin adalah obat pilihan dalam mengobati syok anafilaktik. Respon alergi yang paling gawat yang ditimbulkan oleh adanya reaksi antigen-antobodi. Adrenalin disintesis dengan cara berikut. Di dalam hati, asam amino tirosin akan dibentuk dari fenilalanin. Senyawa ini akan diambil dari darah masuk ke dalam ansoplasma, disini dengan bantuan tirosin hidroksilase akan dihidrolisis pada cincin aromatisnya menjadi dihidroksilasefenilalanin (dopa) dan akhirnya senyawa ini oleh dopa-dekarboksilase didekarboksilase menjadi dopamin. Dengan cara transpor aktif, dopamin kemudian akan dibawa ke organel sel yang khusus (granula cadangan, vesikel) dan disini dengan bantuan dopamin-β-hidroksilase akan dihidrolidi pada rantai sampingnya menjadi noradrenalin (norepinefrin). Sedangkan pengubahan selanjutnya menjadi adrenalin, hanya dapat terjadi di dalam otak dan tidak mungkin terjadi pada ujung saraf sinaptik (Mutsher, 1991)
a)      Farmakodinamik
Kardiovaskular:
            Senyawa ini memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik posirif: kerja β1) dan mempercepat kontraksi miokard (kronotropik positif: β2). Oleh karena itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi meningkat juga (Mycek et al, 2001).
Respirasi:
            Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronkus (kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis obat ini dapat menyelamatkan nyawa (Mycek et al, 2001; 220).
b)      Farmakokinetik
            Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat obat ini diberikan secara intravena untuk memperoleh awitan yang sangat cepat, dapat pula diberikan secara subkutan, inhalasi atau topical pada mata. Pemberian peroral tidak efektif karena epinefrin dapat rusak oleh enzim dalam usus (Mycek et al, 2001).
c)   Dosis
            Tambahkan 4 ml (4 mg) dari ampul epinefrin ke dalam 1.000 ml larutan yang mengandung 4 mcg epinefrin basa. berikan larutan ini dengan infuse intravena. Pada pasien dengan riwayat hipertensi, dianjurkan menaikkan tekanan darahnya tidak lebih dari 40 mmHg dibawa tekanan sistolik sebelumnya. Dosis pemeliharaan rata-rata adalah 0,5-1,0 ml permenit 2 mcg-4mcg bentuk basa.
2.      Studi sifat fisikokimia
            Epinefrin/adrenalin memiliki pemerian serbuk kristal putih atau hampir putih bubuk, menjadi hitam pada paparan udara dan cahaya. Larutan dalam air bersifat asam terhadap lakmus, pH kurang lebih 3,5 (Dirjen POM Edisi IV, 1995; 351).
Kelarutan                 : mudah larut dalam air, sedikit larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, larut dalam asam klorida (Raymond, 2009; 1703).
Penyimpanan            : untuk zat aktif dalam wadah tertutup untuk injeksi intravena atau intramuscular dalam dosis tunggal terlindung dari cahaya.
pH                            :  untuk zat aktif ≤ 3,5 injeksi intravena atau intramuscular antara 4,5 dan 7,0
Inkampibiltas           :  tidak bercampur dengan aminofilin, hyluronidase, mephentermin, sodium bikarbonat.
C.       Judul Formula Asli                 : R/ ampul adrenalin
D.       Rancangan Produksi
Nama produk                            : Adren® Injection
Jumlah produksi                        : 100 ampul @1 ml
Tanggal formulasi                     : 1 Juni 2015
Tanggal produksi                      : 1 Juli 2015
No. registrasi                             : DKL 1570210043A1
No. bets                                     : O 28070503
Komposis                                  : Tiap 1 ml mengandung :
                                                         Epinefrin HCl             1 mg
                                                         Natrium sulfat             0,1 %
                                                         NaCl                            0,28 %
                                                         Aqua pro injeksi          ad        100 %
E.       Master Formula
Diproduksi Oleh
Tanggal Formulasi
Tanggal Produksi
Dibuat Oleh
Disetuji Oleh
PT. B2 Farma
1 Juni 2015
1 Juli 2015
Kelompok II
Vidya Rezky Awaliah
Kode Bahan
Nama Bahan
Kegunaan
Perampul
Perbets
EP-001
NS-002
NA-003
API-004
Epinefrin HCl
Natrium sulfat
Natrium klorida
Aqua pro injeksi
Zat aktif
Antioksidan
Pengisotonis
Pembawa
1 mg
0,001 mg
0,028 mg
0.092 ml
100 mg
1 mg
0,28 mg
92    ml

F.     Alasan Pembuatan Poduk
            Sediaan parenteral yaitu sediaan yang tanpa melalui mulut atau dapat dikatakan obat dimasukkam ke dalam tubuh selain saluran cerna sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung ke sasaran. Pada umumnya, sediaan parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepatseperti pada keadaan gawat bila penderita tidak dapat ajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) (Ansel, 1995; 399).
            Sediaan parenteral berdasarkan cara pemberiannya atau penyuntikannya dapat dibagi menjadi:
1.      Rute intravena
            Pemberian oral secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan cara-cara pemberian lain karena absorpsi obat tidak masalah, maka tingkatan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran yang tidak mungkin didapat dengan cara lain.
2.      Rute intradermal
            Tempat injeksi intradermal yang biasa adalah permukaan anterior dari lengan maka biasanya dengan cara ini hanya bias diberikan volume ± 0,1 ml.
3.      Rute intramuscular
            Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan intradermal, tetapi biasanya efek berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian lewat intravena. Suntikan intramuscular dilakukan dengan memasukkan ke dalam otot rangka, tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama pembuluh darah.
4.      Rute subkutan
            Pemberian rute subkutan digunakan untuk menyuntikkan sejumlah kecil obat. obat disuntikkan di bawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan dijaringan interstisial longgar lengan, lengan bawah, pahat atau bokong. (Ansel, 1995; 400-404).
            Obat disuntikkan ditempatkan dalam beberapa wadah diantaranya:
a.       Wadah dosis tunggal
            Merupakan wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isi perbagian berturut-turt tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian bagian yang trtinggal.
b.      Wadah dosis ganda
            Merupakan wadah kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimasukkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutp rapat kembali dengan jaminan tetap stabil.
(Ansel, 1995; 423).
            Contoh wadah dosis tunggal adalah ampul. Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang juga 25 atau 30 ml. Menurut peraturan, ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat (R. Voight, 1994; 464).
            Hal yang melatarbelakangi dalam pembuatan sediaan injeksi ampul adalah untuk member bantuan kepada para pasien yang dalam keadaan tidak sadar yang tidak dapat diberikan secara peroral. Sehingga diberikan pemberian obat secara injeksi ampul. Disisi lain, penggunaan injeksi ampul bertujuan untuk memberikan kerja obat yang lebih cepat, maka efek yang diinginkan dari pemberian injeksi tersebut lebih cepat pula.
            Indikasi dari epinefrin HCl adalah anafilaksis dan sepsis. Anafilaksis merupakan suatu respon alergi yang berat dan menyerang barbagai organ. Reaksi alergi ini merupakan suatu alergi tipe cepat (tipe I), yaitu reaksi antara antigen spesifik yang terikat pada sis sel mast. Selain itu, dikenal pula istilah reaksi anafilaksis yang secara klinis sama denga reaksi anafilaksis, akan tetapi tidak disebabkan terlepasnya mediator. Mediator tersebut adalah histamine, SRA-A, FCFA, PFA dan neparin. Reaksi hipersensitivitas tipe cepat terdiri dari serangkaian mekanisme efektor tubuh yang dijalankan oleh IgE.
G.  Alasan Penambahan Bahan
a.       Natrium sulfat
            Sodium bisulfate digunakan sebagai antioksidan dalam mulut, parenteral, dan formulasi topical farmasi pada konsentrasi 0,01-10% b/v dan pada konsentrasi sekitar 27% b/v dalam persiapan injeksi intramuscular. Beberapa aktivitas antimikroba pada pH asam yang dimiliki oleh natrium bisulfat (Raymond, 2009; 669).
b.      Natrium klorida
            Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotiknya sebagai pengistonis (Steril Dojage form: 250).
            Natrium klorida digunakan sebagai pengisotonis, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan cairan tubuh (NaCl 0,9%).
            Pengisotonis merupakan bahan yang digunakan untuk membuat larutan yang mempunyai sifat osmotic yang sama dengan cairan fisiologis. Misalnya dextrose dan NaCl.
c.       Aqua pro injeksi
            Air merupakan pelarut dan pembawa yang paling banyak digunakan pada pembuatan sediaan obat suntik. Air yang digunakan harus disterilkan, bebas dari kotoran-kotoran logam tertentu (Natsir, 2012; 85).
            Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan aobat suntik secara besar-besaran adalah air untulk obat suntik (water pro injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis terbaik (reverse osmotis) (Ansel, 1995; 406).
H.    Perhitungan
           Bobot NaCl yang dibutuhkan untuk pembuatan sediaan 100
w =
Dimana:
w = bobot dalam gram zat yang ditambahkan dalam 100 ml hasil akhir
a = penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat
c = konsentrasi zar berkhasiat % b/v
Diketahui:
PTB adrenalin klorida = 0,155    c1= 1%
PTB natrium sulfit                        = 0,37                 c2= 0,5%
PTB NaCl                                     = 0,576
         w =
            =  × 0,9%
         w = 0,28 gram/100 ml
             = 0,0028
Jadi, jumlah NaCl yang dibutuhkan 0,28 gram dalam 100 ml.
Perhitungan Bahan
a.       Perampul
Epinefrin HCl             1 mg
Natrium sulfat            
NaCl                           
Aqua pro injeksi          = {(1,1) - (0,0028) + 1 +0,005}
                                    = {(1,1) – (1,0078)
                                    = 0,09 ml
b.      Perbets
Adrenalin klorida        1 100         = 100 mg
Natrium sulfat             0,005  100             = 0,5 mg
Aqua pro injeksi        0,09 × 100                = 9 mg
Natrium klorida         0,0028 × 100            = 0,2 mg
I.     Cara Kerja
1.      Cara kerja formulasi
a.    Disiapkan ruangan steril dengan cara dialiri gas oleh gas etilen dioksida
b.   Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
c.    Disterilkan semua alat dan bahan sesuai dengan yang tercampur pada tabel sterilisasi
d.   Ditimbang bahan yang dibutuhkan
e.    Dilarutkan epinefrin dengan air didalam erlenmeyer
f.    Dilarutkan epinefrin yang homogen dengan NaCl
g.   Dibasahi kertas saring dalam corong gelas dengan sedikit aqua pro injeksi
h.   Disaring larutan dan dipindahkan ke wadah secara aseptik
i.     Diisi wadah ampul sampai leher wadah ampul
j.     Dilakukan penutupan ampul dengan tangan dimana ampul yang telah diisi ditetapkan dalam nyala api, ujung nyala api ditujukan pada 1 cm dibawah leher ampul. Dipegang badan ampul dengan tangan, dan dijepit dengan pinset.
k.   Diputar ampul selama peleburan. Setelah gas melebur, leher ampul ditarik sedikit demi sedikit sambil diputar. Dilakukan penyegelan dengan hati-hati menggunakan nyala api gas O2.
l.     Dimasukkan dalam wadah, diberi etiket dan dilakukan pengujian validasi
2.      Cara pembuatan aqua pro injeksi
a.    Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
b.   Dipanaskan aqua destillata dalam erlenmeyer sampai air mendidih. Setelah air mendidih, kemudian dipanaskan lagi selama 30 menit.
c.    Aqua pro injeksi bebas O2 dilakukan dengan pemanasan aqua destillata selama 30 menit terhitung sejak mendidih, kemudian dialiri gas nitrogen dan ditambah pemanasannya selama 10 menit.


J.      Tabel sterilisasi
Sterilisasi Alat
Nama Alat
Cara Sterilisasi
Pustaka
Ampul
Piper ukur 2 ml
Corong gelas
Kertas saring
Labu ukur 10 ml & 25 ml
Beker glass
Erlenmetaer
Kaca arlogi
Batang pengaduk
Etanol 70%, 24 jam
Autoklaf 115-116°C, 30 Menit
Autoklaf 115-116°C, 30 Menit
Autoklaf 115-116°C, 30 Menit
Autoklaf 115-116°C ,30 Menit
Oven 170 °C, 2 jam
Oven 170 °C, 2 jam
Flambeer, 20 detik
Flambeer, 20 detik
Parrot; 286
Parrot; 286
Parrot; 286
Parrot; 286
Parrot; 286
Parrot; 286
Scovlle’s; 420
Scovlle’s; 420
Scovlle’s; 420
     
      Sterilisasi Bahan
Nama Bahan
Cara Sterilisasi
Pustaka
Epinefrin HCl

Natrium Sulfit
Natrium Klorida
Aqua pro injeksi
Autoklaf 121º C, 15 menit
Autoklaf 115º C, 30 menit
Autoklaf 110 º C, 30 menit
Autoklaf 121º C, 15 menit
H2O2 0,1%
Handbook on Injectable Drugs; 494
Parrot; 286
Parrot; 286
FI III; 97

BAB IV
PEMBAHASAN
Steril adalah suatu kondisi absolut dan harus tidak pernah digunakan atau dianggap secara relatif sebagai bahan atau hampir steril. Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua.
Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan. Tonisitas perlu dihitung dengan tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau belun atau hipertonis, karena ini berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap cairan tubuh yang akan diberi larutan ampul.
Larutan yang isotonis adalah larutan yang memiliki tekanan osmotik sama dengan tubuh, dan keadaan isotonis inilah yang diharapkan, karena dalam keadaan ini, larutan yang diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan larutan yang hipotonis, akan menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau lisis, karena tekanan diluar sel lebih rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan pecah, mengingat tekanan osmotik merupakan tekanan yang berjalan dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Sebaliknya pada larutan hipertonis akan mengakibatkan keadaan di luar sel lebih tinggi dibanding didalam sel, sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan hipotonis lebih berbahaya dibanding keadaan hipertonis, karena sifat larutan hipotonis irreversibel (sel sudah pecah), sedangkan sifat hipertonis reversibel (sel dapat kembali normal). Dari hasil yang diperoleh dari perhitungan larutan natrium klorida  yang akan dibuat sesuai formula yang direkomendasikan, larutan tersebut memiliki sifat hipertonis, karena hasil yang diperoleh 2,52 < 0,52. Karena keadaan ini, maka ditambahkan bahan seperti NaCl 0,9% menurut perhitungan penambahan agar menjadi larutan yang isotonis
Hal pertama yang dilakukan sebelum proses pembuatan sediaan adalah sterilisasi alat. Dimana kami melakukan sterilisasi alat pada autoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan persiapan bahan – bahan yang akan digunakan.
Kemudian melakukan penimbangan bahan – bahan, dimana seluruh bahan yang akan digunakan harus dilebihkan sebanyak 5%. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya hilangnya volume bahan pada saat pembuatan sediaan tersebut. Hal tersebut sama juga dilakukan pada pembuata sediaan injeksi ampul.
Setelah semua bahan tercampur, masukkan ke dalam gelas ukur 25 mL dan cukupkan volumenya dengan A.P.I hingga 9,2 mL dengan menggunakan spoit 1 CC. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi pH larutan dengan menggunakan kertas pH universal. Setelah uji pH maka larutan dimasukkan dalam wadah ampul sebanyak masing-masing 2,1 mL. Kelebihan   0,1 mL ke dalam tiap wadah dimaksudkan agar pada saat penggunaan ampul ini dapat sesuai dengan volume yang diinginkan. Setelah semua wadah terisi maka ampul ditutup dengan cara pengelasan. Kemudiaan dilakukan sterilisasi kembali dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Setelah sterilisasi selesai, dilakukan evaluasi kebocoran dan hasilnya adalah kedua wadah ampul tetap berisi atau volumenya tetap. Setelah semua proses evaluasi selesai barulah sediaan tersebut diberi etiket, brosur dan kemasan.


BAB V
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Formulasi sediaan ampul epinefrin adalah Epinefrin HCl sebagai zat aktif  sebanyak 1 mg ; Natrium sulfat sebagai antioksidan sebanyak 0,1 % ; NaCl sebagai pengisotonis sebanyak 0,28 % ; Aqua pro injeksi sebagai pembawa ad 100 %
B.       Saran
1.      Lab
           Semoga rasa nyaman di lab tetap terjaga
2.      Asisten
           Diharapkan arahan dan bimbingan dari kakanda


KEPUSTAKAAN
Ansel, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press

Dijen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI

Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI

Ernest Musschler, 2006. Dinamika Obat Edisi V. Bandung: ITB Press

Katzung, G. Betram. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakatra: EGC

Lahman, L.H.A Lieberman. 2012. Teori dan Praktik Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Parrot, el. 1978. Pharmaceutical Technoloy Fundamental Pharmaceutics. Mineaplis: Burges Publising Company

Rowe, Raymond. 2009. Handbook Pharmaceutical Excipient 6 th. London: Php

Voight, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar